Oleh: David Ardhian | Februari 14, 2009

Iklan Politik Swasembada Beras

img_0478 Bung Karno pernah berpesan bahwa pertanian adalah hidup matinya bangsa. Hal tersebut disampaikan atas kesadaran bahwa pertanian adalah sumber kehidupan. Namun dalam perjalanan hingga kini, “hidup matinya” petani justru tidak mendapatkan perhatian yang benar oleh pengurus bangsa ini.

Ada kebanggaan yang di tebar pesonakan melalui iklan politik pemerintah bahwa kita sudah mencapai swasembada beras lagi. Terlepas dari perdebatan soal angka produksi beras yang selalu dihitung dalam rangka kebutuhan politisasi, apakah swasembada beras secara nasional, juga berarti peningkatan kesejahteraan petani ?

Kasus tanam musim terakhir di lumbung padi Karawang, menggambarkan terjadi konstraksi biaya produksi akibat kenaikan harga BBM tahun lalu. Hampir semua komponen biaya produksi mengalami kenaikan. Ketika BBM diturunkan pun, ternyata tidak turut mempengaruhi lonjakan biaya produksi. Sebagai contoh biaya olah lahan menggunakan traktor meningkat dari menjadi Rp.600 ribu/hektar dibanding dengan musim sebelumnya yang hanya Rp.450.000/hektar. Harga tersebut juga mendorong kenaikan biaya tenaga kerja pertanian. Pupuk menjadi lebih mahal, terlebih ketika dibutuhkan barangnya langka. Petani membeli pupuk urea harus menunjukkan KTP, menyusun rencana kebutuhan ..tapi ketika dibutuhkan tak kunjung tiba. Saluran irigasi yang rusak membuat air untuk sawah semakin sedikit dan mengundang konflik perebutan air antar komunitas petani. Belum lagi faktor serangan hama dan penyakit serta ketidakpastian musim, kapan hujan atau kemarau.

Ketika panen tiba, harga gabah terbelenggu oleh masalah klasik in-efiensi rantai pemasaran yang tak kunjung terbenahi. Bagi petani padi dengan skala usaha kecil,pendapatan dari hasil panen tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup apalagi harus dikurangi untuk membayar utang. Realitas inikah hasil dari REVITALISASI PERTANIAN ? Masihkah kita secara moral berani membanggakan diri mencapai swasembada beras dalam iklan politik, jika kehidupan petani tidak beranjak dari kesulitan.

Dalam tahun politik 2009, sangat sulit mengharapkan sebuah kebijakan fundamental yang berdimensi jangka panjang, kecuali janji dan komitmen perubahan tanpa instrumen seperti yang bisa disaksikan di berbagai iklan politik parpol. Sebaliknya, program tersisa dari pemerintah berkuasa bisa menjadi tunggangan politik dalam rangka perebutan kekuasaan.

David Ardhian

Bogor, 14 Pebruari 2009


Tinggalkan komentar

Kategori